MUNA – Budidaya rumput laut di Desa Ghone Bhalano Kecamatan Duruka Kabupaten Muna, tak perlu diragukan lagi hasilnya. Produksinya, cukup melimpah.
Bahkan, desa pesisir yang berada dipinggiran kota Raha tersebut, bisa mensuplai puluhan ton rumput laut setiap tahunnya. Hal itu, sudah berlangsung cukup lama dan menjadi sumber utama pendapatan bagi masyarakat petani rumput laut, yang bermukim disana.
Puncak kejayaannya, terjadi di tahun 2005 sampai 2009. Pasca itu, produksinya macet. Petani mengalami gagal panen. Lantaran, tanaman dengan nama latin Eucheuma spinosum itu diserang ham a gulma.
Fenomena itu, berlangsung cukup lama hingga memakan waktu sampai lima tahunan. Bahkan, banyak masyarakat petani banting setir untuk mencari pekerjaan lain.
Kendati demikian, sebagian masyarakat memilih bertahan untuk tetap membudidayakan rumput laut ditengah krisis yang melanda perairan desa Ghone Bhalano, hingga sampai saat ini.
Kondisi ini, menjadi acuan dari perguruan tinggi ternama di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) turun langsung untuk menggali potensi sumber daya alam yang ada di desa.
Mereka, tergabung dalam Tim Pelaksana Penelitian Dasar Internal (PDI) Universitas Halu Oleo (UHO) dengan membawa tema
“Kajian Sosial Budaya dan Ekonomi Petani Rumput Laut dan Strategi Peningkatan Ekonomi di Desa Ghone Bhalano Kecamatan Duruka Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara” yang dikomandoi langsung, Dr. Rahmat Sewa Suraya.
Kunjungan mereka itu bukan tanpa alasan. Melainkan, tim dari universitas bisa melihat peluang bisnis dari rumput laut itu sendiri.
Makanya, mereka ingin mengetahui pula, sudah sejauh mana potensi rumput laut yang dikelola masyarakat di sana.
Sebab, dengan bahan baku rumput laut, bisa diolah menjadi bahan makanan. Dan ini, bisa menjadi peluang usaha baru dalam peningkatan pendapatan ekonomi masyarakat.
“Disini kami bukan untuk menggurui, akan tetapi memberikan informasi strategi peningkatan ekonomi petani. Karena, rumput laut bisa diekstrak menjadi bahan makanan,” kata Ketua Tim Dr. Rahmat Sewa Suraya, dalam Forum Group Discussion (FGD), yang diselenggarakan di Balai Desa Ghone Bhalano, Sabtu (14/10).
Selain memberikan penyampaian materi mengenai cara budidaya rumput laut, tantangan hingga peluang bisnis, Tim juga mencoba menggali keberhasilan masyarakat petani, selama membudidayakan rumput laut.
Petani rumput laut Sugianto, mencoba membeberkan keberhasilannya saat membudidayakan rumput laut. Ia mengaku, membudidayakan rumput laut sejak tahun 90-an. Hanya saja, pasarannya sangat sulit.
“Kalau tahun 2002, pernah juga membudidayakan. Hingga memang, kejayaannya tahun 2005 sampai 2009. Karena pasarannya cukup jelas, penimbang turun langsung,” kata Sugianto memulai ulasannya.
Ia melanjutkan, akhir tahun 2009, produksi rumput laut mulai menurun. Sebab, saat itu pembudidaya rumput laut diserang hama. Akan tetapi, masyarakat petani, masih tetap bertani.
“Tahun 2012, ada mahasiswa dari ITB melakukan kunjungan dengan memberikan edukasi pengolahan rumput laut yang diolah jadi sabun, bahan makanan, pengharum ruangan,” jelasnya.
Hanya saja, lanjut Sugianto, cara pengelohannya para pentani, tidak mengetahui. Inilah, yang menjadi tantangan yang harus dicari dalam hal peningkatan ekonomi masyarakat petani.
Sementara itu, Kepala Desa Ghone Bhalano, Muhammad Ery, memberikan apresiasi terhadap Tim dari UHO, untuk bisa memberikan edukasi dalam upaya peningkatan budidaya demi menunjang produktifitas hasil pertanian yang bermuara pada peningkatan ekonomi.
“Mudah-mudahan pertemuan ini bisa berimbas pada upaya peningkatan hasil panen petani,” imbuhnya.
Selain pertemuan itu, para tim dari UHO juga turun langsung melihat lebih dekat lagi masyarakat petani dalam hal pembudidayaan rumput laut.
Laporan: Erwino
Komentar