KOLAKA – Kepolisian Daerah (Polda)) Sulawesi Tenggara (Sultra) diminta lakukan penindakan terkait dugaan pemalsuan identitas oleh oknum salah satu Kepala Desa (Kades) di Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka berinisial HRD atau SHB.
Pasalnya, kasus tersebut sudah dua kali di laporkan oleh masyarakat ke Kepolisian Resor (Polres) Kabupaten Kolaka, namun laporan masyarakat ditolak dengan dalih bukan locus delictie (Tempat Kejadian Perkara).
Direktur Aliansi Masyarakat Peduli Hukum (Ampuh Sultra) Hendro Nilopo menilai. Seyogiyanya, pihak Polres menerima laporan masyarakat, bukannya malah ditolak. Apalagi dengan dalih yang kurang masuk akal.
“Katanya bukan locus delictienya. Padahal mereka (Polres Kolaka) kan bisa koordinasi dimanapun yang diduga sebagai locusnya,” kata Hendro saat ditemui di salah satu Hotel di Kota Kendari, Sabtu (6/5/2022).
“Jadi berdasarkan bukti-bukti yang ada, SHB atau HRD ini adalah orang yang sama. Bahkan kedua nama ini memiliki NIK yang sama juga,” jelasnya.
SHB atau HRD diduga melakukan pergantian nama tanpa persetujuan dari Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Kolaka.
Bahkan, lanjut Hendro, identitas SHB atau HRD telah diubah secara sepihak dan diduga dibantu oleh oknum Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) setempat.
“Berdasarkan identitas terbaru, yang bersangkutan (terduga pelaku pemalsuan) telah merubah namanya disemua identitas yang dimiliki termaksud KTP dan Kartu Keluarga,” terangnya.
Oleh karena itu, menurut Hendro perbuatan SHB atau HRD merupakan tindak pidana sebagaimana di atur dalam Pasal 264 KUHP tentang Pemalsuan Data Outentik serta UU Nomor 27 Tahun 2002 tentang Perlindungan Data Peribadi.
Selain itu, terkait oknum penyidik Polres Kolaka yang diduga menolak laporan masyarakat, pihaknya meminta agar dilakukan pemeriksaan serta penindakan oleh Propam Polda Sultra.
“Penolakan laporan atau pengaduan masyarakat, merupakan pelanggaran kode etik. Dan itu gawean Propam Polda Sultra untuk memberikan sanksi,” jelasnya.
Dalam kasus ini, menurut Hendro, SHB atau HRD diduga melanggar Pasal 264 KUHP dan Undang-undang PDP. Sehingga sangat di sayangkan ketika tidak segera dituntaskan oleh penegak hukum. Sedangkan oknum penyidik yang menolak laporan atau pengaduan masyarakat diduga melanggar kode etik profesi polri.
Hendro Nilopo bilang, terkait kronologi dalam dugaan pemalsuan identitas yang diduga dilakukan oleh SHB atau HRD. Pada tahun 2015 lalu, HRD yang sekarang bernama SHB melakukan pemalsuan Ijazah untuk kepentingan melamar pekerjaan di PT Aneka Tambang (Antam) Tbk Pomalaa.
Selanjutnya, pada tahun 2016 HRD mencalonkan sebagai salah satu calon Kepala Desa di Kecamatan Pomalaa menggunakan nama SHB.
Namun sampai saat ini, HRD telah berubah nama menjadi SHB disemua identitas baik Ijazah, Kartu Keluarga (KK) maupun Kartu Tanda Penduduk (KTP).
“Dari kronologis ini bisa dilihat bahwa adanya unsur kesengajaan untuk melakukan pemalsuan dan penggunaan identitas palsu. Apalagi perubahan nama dilakukan tanpa persetujuan dari Pengadilan Negeri (PN) Kolaka sebagai pihak yang berwenang untuk melakukan perubahan nama,” jelas Wasekjen DPP KNPI Bidang Pembangunan Pedesaan itu.
Oleh sebab itu, Hendro berharap agar kasus tersebut dapat segera di tuntaskan oleh pihak Polda Sultra guna mencapai kepastian hukum terkait adanya dugaan pemalsuan identitas oleh oknum kades.
“Harapan kami agar kasus ini bisa tuntas di meja Polda Sultra,” tukasnya.
Sebelumnya, Hendro mengaku mendapatkan laporan dari warga di desa tersebut perihal adanya dugaan pemalsuan tersebut beberapa minggu yang lalu. Namun pihaknya menunggu hingga bukti-bukti rampung untuk di sampaikan kepada APH dalam hal ini Polres Kolaka.
“Informasi ini masuk ke kami sekitar 2 minggu lalu, namun kami baru mendapatkan bukti-bukti pendukung. Sehingga persoalan ini baru bisa kami publish,” tutupnya.
Laporan : Renaldy