KENDARI – Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Sulawesi Tenggara (Sultra) menggelar diskusi terbuka mengenai sistem pemilihan umum (Pemilu) Tahun 2024 mendatang.
Pada diskusi problematika kebangsaan di Tahun Politik ini, KAHMI Sultra menghadirkan Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun.
Presedium MW KAHMI Sultra, Muhammad Endang saat membuka diskusi berharap kegiatan ini dapat bermanfaat bagi pembangunan, khususnya pembangunan demokrasi Sultra dan Indonesia pada umumnya.
Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun dalam diskusinya menyebut, wacana pelaksanaan sistem pemilu proporsional tertutup di 2024 dan bahkan telah diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) RI, dinilai secara teoritis MK tidak dapat menentukan sistem pemilu apa yang konstitusional.
“Mau terbuka maupun tertutup itu bukan isu konstitusi menurut saya,” ujar Refly Harun.
Mestinya, kata Refly, soal proporsional terbuka dan tertutup diserahkan ke pembentuk Undang-undang (UU) dalam hal ini Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesi (DPR RI) dan Pemerintah serta masukan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPD) dan partisipasi masyarakat.
“Khawatirnya jangan sampai MK terlalu jauh memainkan isu sistem pemilu ini yang kemudian bisa dimanfaatkan oleh pihak lain untuk melakukan manuver-manuver tertentu seperti penundaan pemilu,” kata Refly.
Olehnya, Refly berharap MK menolak permohonan ini dengan menyatakan tidak menerima legal standing pemohon, karena bukan berasal dari partai politik tapi perorangan.
“Karena seperti yang kita ketahui bersama, legal standing untuk mengajukan sistem pemilu itu harusnya dimiliki oleh partai politik, karena hanya partai politik yang berhak untuk ikut pemilu seperti yang tertuang dalam UUD 1945,” pungkas Refly.
Laporan : Renaldy
Komentar