Muswil VI KAHMI Sultra Dianggap Tidak Sah

Kendari, Metro207 Dilihat

KENDARI – Musyawarah Wilayah VI Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), yang berlangsung di Kendari pada 5 September 2022 dianggap tidak sah.

Hal itu dilatar belakangi benturan ide para kandidat, ada yang menghendaki sistem presidensil dan ada juga yang masih mengharapkan presidium.

Pada kesempatan Muswil VI ini menghadirkan 17 Majelis Daerah (MD) KAHMI se-Sultra dengan klasifikasi 16 Majelis Daerah berstatus penuh sebagai peserta dan 1 Majelis Daerah yaitu Kabupaten Kolaka berstatus sebagai peninjau.

Ketua Majelis Wilayah (MW) KAHMI Sultra, Abdul Kadir menurutnya, ada sedikit perbedaan gagasan antar sesama pengurus tentang opsi apa yang terbaik untuk kesinambungan kepemimpinan pada Majelis Wilayah KAHMI Sultra 2022.

“Ada yang terlalu bersemangat memaksakan harus presidensial, Namun argumennya tidak kongkrit. Berdasarkan inventarisasi, memang yang paling tepat adalah sistem presidium,” ujarnya.

Ia menambahkan, forum musyawarah ini setidaknya memiliki tiga aspek esensial yaitu sebagai instansi tertinggi bagi KAHMI Wilayah dalam pengambilan keputusan, penanda bahwa nilai-nilai demokrasi masih hidup dan berkembang dalam organisasi Sultra, dan agenda ini untuk menetapkan program dan pengurus baru.

BACA JUGA :  HUT Bhayangkara ke-78 Tahun, Biddokkes Polda Sultra Gelar Bakti Kesehatan Bagi Masyarakat Kurang Mampu

Namun pada prosesnya, ada sejumlah pihak yang sebelumnya tidak aktif sebagai anggota kepanitiaan maupun dalam keorganisasian melanjutkan proses Muswil.

“Kelanjutan Muswil yang digelar pada Senin hari ini dalam sudut pandang organisasi itu
merupakan tindakan ilegal dan tidak sah. Sidang diskorsing sampai masa waktu yang tidak ditentukan, maka sepanjang itu kami akan berdialog. Presidium akan melakukan pertemuan dengan SC untuk mencari format terbaik yang bisa ditawarkan,” tandasnya.

Pada kesempatan yang sama, Presidium Sidang Muswil KAHMI Sultra, Muhammad Endang SA mengatakan, di dalam AD ART, perihal skorsing sidang tidak diatur. tetapi metode persidangan jelas, seharusnya siapa yang membuka sidang, maka dialah yang juga berhak menutupnya.

“Baiknya seorang kader HMI mengatahui yang namanya retorika protokoler metode persidangan. Jangankan yang menutup yang membuka, di dalam metode persidangan di HMI itu juga diatur soal palu sidang. Kalau dia betul kader HMI harusnya paham. Dari segi etika, masa lain yang buka lain yang tutup. Palu sidangnya juga masih ada sama saya,” kata Endang.

BACA JUGA :  Sambut Hari Jadi Bhayangkara ke-78 Tahun, Polda Sultra Tanam 780 Bibit Pohon

Sementara itu, Ketua Panitia Muswil Nasruddin menyayangkan keberlanjutan proses sidang yang digelar dari pagi hingga sore tadi.

“Itu di luar pengetahuan panitia karena semalam setelah deadlock, ada briefing SC yang menyepakati cooling down menunggu hasil pertemuan seluruh SC,” cetusnya.

Lanjut Nasruddin, seharusnya siang tadi kesepakatan para SC untuk membicarakan dan mencari solusi atas perselisihan semalam.

“Makanya saya pulang tidur karena yang saya tahu bahwa harus ada hasil pertemuan internal SC dan MW. Mayoritas mereka yang melanjutkan Muswil itu orang yang tidak memegang mandat. Kami selaku panitia prihatin, yang seharusnya ini tidak akan terjadi didalam Muswil sekelas KAHMI,” tukasnya.

Laporan : Renaldy

Komentar