Berfikir ‘Besar’ dan Jauh Kedepan, Maha Karya Sang Mantan Gubernur Sultra, H. Nur Alam

Nasional118 Dilihat

Oleh : Yusran Taridala, Staf Khusus Publik Relation Era Gubernur Sultra, Nur Alam.

Goethe, seorang filsuf besar sekaligus sastrawan terkenal pernah mengatakan, “Dream no small dreams for they have no power to move the hearts of men”. Artinya, miliki mimpi (visi) yang benar-benar besar, karena mimpi yang kecil tidak mempunyai kekuatan untuk menggerakkan hati manusia.

Dalam susunan redaksi lain, Henry Kissinger, mantan senator Amerika Serikat, juga pernah bertutur “The task of the leader is to get his people from where they are to where they have not been”. Artinya, tugas seorang pemimpin adalah membawa orang dari tempat mereka berada sekarang, ketempat yang belum pernah mereka datangi.

Dengan kata lain, tugas pemimpin adalah memotivasi orang untuk melakukan pencapaian terbesar yang belum pernah mereka capai sebelumnya.

Aspek terpenting dari penjabaran sifat kepemimpinan dalam dua adagium diatas adalah bahwa seorang pemimpin harus memiliki visi atau pemikiran yang jernih dan jauh ke depan, melampaui hal-hal yang hanya sekedar bisa menjawab kebutuhan saat ini. Bahkan, seperti yang dikatakan oleh Leroy Eimes “A leader is one who sees more than others see, who sees farther than others see, and who sees before others see”. Artinya, seorang pemimpin adalah mereka yang mampu melihat lebih banyak dari orang lain, yang mampu melihat lebih jauh daripada orang lain, serta mampu melihat segala sesuatu sebelum orang lain melihatnya.

Dalam bahasa Washington Irving, kemampuan berfikir seperti itu disebutnya dengan istilah great mind, pikiran yang besar. Washington Irving mengatakan bahwa great minds have purposes, other have wishes. Maksudnya, pikiran yang besar dimiliki oleh para pemimpin sejati, yakni memiliki tujuan. Sementara pikiran orang-orang biasa hanya memiliki angan-angan.

Tentu saja, pikiran yang besar sangat berbeda dengan angan-angan. Pikiran yang besar adalah prakarsa atau gagasan-gagasan besar dan jauh kedepan yang masuk akal dan dituangkan dalam sistem rencana dan tindakan permulaan (preliminary actions) yang nyata, meski seringkali butuh waktu yang panjang untuk mengaktualisasikannya.

Sementara angan-angan adalah gagasan-gagasan omong kosong yang tidak masuk akal, dan tidak ditindak-lanjuti dengan rencana, apalagi dengan tindakan yang nyata. Pikiran besar seperti itulah sesungguhnya yang sedang berkecamuk dikepala Nur Alam ketika mencetuskan berbagai gagasan besar untuk apa yang sering diucapkannya sebagai upaya mengangkat daerah dan rakyat Sultra kepentas nasional, bahkan kekancah pergaulan dunia (internasional).

Pada musim kampanye Pemilukada Sultra tahun 2007 lalu, telinga Nur Alam sering dibuat merah ketika banyak pihak. Terutama dari barisan lawan politik tentunya, sering terdengar mencibir tiga kegiatan utama dalam program pokok BahteraMas sebagai mimpi atau pepesan kosong belaka.

Mereka kadang mengucapkannya dipodium-podium saat berorasi dan banyak yang menjadikannya sebagai materi utama negative campaign dibawah tanah. Para cagub rival politik Nur Alam dalam Pilkada 2007 lalu sering terdengar berorasi dengan nada sinis dengan menyinggung program pokok BahteraMas yang diusung oleh Nur Alam sebagai tema kampanye. Utamanya, pada item kegiatan Block-Grant (pemberian bantuan dana hibah sebesar Rp. 100 juta per desa/kelurahan), sebagai janji yang takkan kunjung bisa ditepati. Dalam istilah sebuah paslon waktu itu, kegiatan block-grant itu hanya akan menjadi “Janjimu Taroe” yang dalam bahasa bugis berarti janjimu yang dulu, yang muluk-muluk, yang takkan pernah bisa menjadi kenyataan.

Cemoohan terhadap pikiran besar Nur Alam dengan program BahteraMas-nya juga sering terdengar mencemooh gagasan Block-Grant ala Nur Alam sebagai ide yang tak masuk akal dari seorang yang tak pernah mengenyam pengalaman di dunia birokrasi.

Tidak hanya item kegiatan Block-Grant yang mendapat cemoohan, gagasan pembebasan biaya operasional (BOP) dan pengobatan gratis, dua item kegiatan lain yang inheren dalam paket program BahteraMas, juga mendapat cemoohan luar biasa dari rival-rival politik Nur Alam dalam musim kampanye 2007 lalu. Mereka sering mengatakannya sebagai program tipuan karena keduanya sudah menjadi program pemerintah pusat.

“Mau membebaskan biaya pendidikan yang mana?, biaya pengobatan yang mana?. Itu kan sudah menjadi program dan tanggungjawab pemerintah pusat,” kata para jurkam anti Nur Alam ketika itu dalam berbagai kesempatan berorasi.

Ketika pertama kali memunculkan ide pembangunan jembatan penyeberangan teluk Kendari dan pembuatan masjid di tengah laut pada tahun 2008, jangankan rival-rival politik atau bahkan orang-orang dekatnya sendiri, Ibu Tina Asnawaty, istri Nur Alam sendiri pernah sempat nyeletuk ditelinga suaminya,“Pak, masuk akalkah itu mau bangun jembatan panjang melintasi laut. Itu juga masjid di tengah laut, jangan sampai papa sedang bermimpi,”katanya pesimis.

Keraguan dari orang terdekat sekalipun seperti itu, hanya selalu ditampik oleh Nur Alam dengan senyum simpul sembari selalu mengatakan “Nantilah kalian semuanya akan lihat apa yang akan saya lakukan. Awalnya ini memang mimpi dari tujuh gubernur Sultra sebelumnya,”jawab NA dengan sikap optimis.

Kata-kata seperti ini pula yang sering ia ucapkan kepada orang-orang yang membisu penuh ragu dihadapannya setiap kali ia memaparkan rencana besar membangun jembatan penyeberangan BahteraMas dan Masjid Teluk Kendari, dua hal yang memang nyaris tak pernah bisa dipikirkan oleh para pemimpin Sultra sebelumnya. Keraguan seperti itu pula yang terkesan memenuhi benak banyak pihak. Ketika ditahun 2008, ia pertama kali menggagas pembangunan pelabuhan peti kemas di Bungkutoko dan pendirian Rumah Sakit Umum bertaraf Internasional dengan konsep garden hospital.

Dalam sebuah event dialog dengan berbagai stakeholder di rumah makan fajar Kendari pada Maret 2011 lalu, operator computer yang mendampingi Nur Alam melakukan presentase via infocus, mungkin tak sengaja, tiba-tiba menayangkan pemandangan gedung-gedung pencakar langit di kota Hongkong, Seoul dan Macedonia. Tayangan itu sesungguhnya terkait dengan mimpi pertumbuhan ekonomi Sultra yang dapat dicapai pada 30 hingga 50 tahun ke depan. Bila, seperti yang dijelaskan secara panjang lebar oleh Nur Alam ketika itu, seluruh potensi SDA yang dimiliki Sultra dikelola secara optimal. Namun, tayangan tadi tiba-tiba mengundang senyum sinis dari sebagian audience dialog. Secepat itu bisa menangkap makna dibalik senyum sinis para audience tadi, Nur Alam langsung mengatakan. “Ini bukan mimpi saudara-saudara,” kata NA sambil terus memaparkan beberapa logika yang mendukung argument pertumbuhan ekonominya.

Meski sudah menerima penjelasan panjang lebar, wajah sebagian audience yang hadir dalam acara dialog itu, tetap saja menunjukkan ekspresi sinis terhadap cara berfikir Nur Alam yang, seperti kata sebagian audience dibarisan kursi belakang, terlalu fantastis dan terlaluh jauh kedepan.

Demikianlah, dimata banyak kalangan di Sultra, termasuk di kalangan orang-orang dekatnya sendiri, Nur Alam dinilai terlalu berfikir besar dan jauh ke depan hingga kadang sulit dijangkau oleh logika orang kebanyakan. Meski, ia sendiri selalu mengatakan bahwa dirinya tidak sedang bermimpi.

Terkait dengan gagasan besarnya memberikan dana hibah (block-grant) sebesar 100 juta per desa/kelurahan, yang oleh rival-rival politiknya di musim kampanye 2007 lalu sempat mengatakannya sebagai mimpi, apa yang kemudian sering dikatakannya sebagai tidak sedang bermimpi, ternyata memang benar. Sejak tahun kedua menjabat sebagai gubernur (tahun pertama tidak bisa dijalankannya karena dilantik di pertengahan tahun anggaran berjalan), ia (Nur Alam) telah melakukannya pada 1.909 desa/kelurahan se-Sultra. Meski, karena keterbatasan anggaran, dana block-grant yang disalurkan di tahun kedua itu baru sekitar 40 juta per desa/kelurahan. Pada tahun ketiga, ia kembali mengucurkan dana block grant kepada hampir 2000 desa/kelurahan tadi dengan nilai bervariasi antara 24 hingga 50 juta perdesa/kelurahan. Pada tahun keempat 2011 dan tahun kelima 2012 mendatang, ia sudah mencadangkan anggaran belanja APBD Sultra tahun anggaran 2011 dan merencanakan pencadangan anggaran yang sama pada APBD 2012 nanti untuk melunasi target pencairan 100 juta per desa/kelurahan. Melihat kenyataan ini, banyak pihak yang tadinya menganggap Nur Alam hanya sedang bermimpi atau hanya sedang berjanji dengan konsep block-grantnya, perlahan mulai tak bisa berbicara. Demikian pula pada paket program pembebasan BOP pendidikan dasar dan menengah serta pembebasan biaya pengobatan untuk rakyat miskin, banyak yang sebelumnya menyangsikan kesungguhan Nur Alam merealisasikannya, kini tak banyak bicara lagi, terutama setelah hasil audit BPK perwakilan Sultra menyatakan bahwa pelaksanaan kedua paket program itu cukup berhasil.

Terkait dengan gagasan pembangunan jembatan penyeberangan BahteraMas di atas teluk Kendari, banyak pihak yang semula menganggapnya mimpi, tiba-tiba mulai berdetak kagum setelah mendengar kabar persetujuan pemerintah China untuk memberikan bantuan dana pinjaman kepada pemerintah Indonesia sebesar Rp. 660 miliar guna membiayai pembangunan jembatan penyeberangan dimaksud.

“Jembatan itu sepenuhnya dibiayai pemerintah China, kewajiban kita Pemerintah Provinsi Sultra hanya membiayai desain gambar konstruksi jembatan dan uji kelayakan,” kata Nur Alam menjawab pertanyaan beberapa wartawan di Rujab gubernur setahun lalu menyusul selesainya dilaksanakan uji getar dan terpaan angin terhadap rencana konstruksi jembatan yang dilakukan dilaboratorium khusus di Denmark pada pertengahan 2010.

Di penghujung Desember 2010, Nur Alam menjelaskan lagi bahwa pelelangan pembangunan jembatan BahteraMas yang menghubungkan mulut Teluk Kendari telah dimulai.

“Pelelangan itu bersifat terbatas, karena hanya diikuti oleh perusahaan-perusahan dari China. Rencana pengerjaan Jembatan tersebut akan berlangsung sekitar dua tahun lebih bagi pemenang tender,” paparnya.

Keraguan banyak pihak terhadap gagasan Nur Alam membangun Masjid di tengah Teluk Kendari, mulai terjawab setelah Nur Alam mencanangkan pemancangan tiang pertama Masjid pada tanggal 17 Agustus 2010, bertepatan dengan tanggal 7 Ramadhan 1431 Hijriyah. Dana stimulus pembangunan Masjid telah disediakan Pemprov Sultra pada tahun anggaran 2010 sebesar Rp 20 miliar dari sebesar Rp 250 miliar total dana yang dianggarkan untuk pembangunan keseluruhan fisik masjid.

Sisanya, kata Nur Alam, diharapkan berasal dari dana-dana sumbangan para dermawan dan investor yang masuk ke Sultra. Masjid ini dirancang seluas 12.692 meter persegi yang terdiri dari tiga bangunan, yakni bangunan utama, bangunan plasa tertutup dan bangunan plasa terbuka. Bangunan utama terdiri dari basement yang berfungsi sebagai ruang shalat seluas 2.540 M2, dan ruang lantai dua yang juga berfungsi sebagai tempat shalat seluas 1.762 M2. Kubah masjid dirancang menggunakan model kuncup teratai yang mekar.

Bangunan plasa tertutup mencakup basement dan plasa seluas 900 M2. Plasa tertutup ini menggunakan kubah model geser seperti di Masjid Nabawi, Madinah al-Munawwarah. Sedangkan bangunan plasa terbuka memiliki fungsi yang sama dengan plasa tertutup, hanya atapnya dirancang berbentuk payung, juga seperti masjid Nabawi di Madinah.

Prof.Dr.KH. Said Aqil Al-Munawwar, mantan menteri agama RI, saat memberikan tauziah pada acara pemancangan tiang utama masjid, menjelaskan bahwa bila pembangunan Masjid Al-Alam di atas teluk Kendari rampung, maka masjid ini akan menjadi masjid ketiga di dunia yang dibangun di atas permukaan laut. Pertama, Masjid Hassan II Casablanca di Marokko, dan kedua terapung di atas laut merah, Jeddah, Saudi Arabiah.

Jembatan Teluk Kendari, Sultra

Sebelumnya, Nur Alam telah menggagas kerjasama antara Pemprov Sultra dan Pemkot Kendari untuk merealisasikan gagasan pembangunan pelabuhan peti kemas di bungkutoko, Kota lama Kendari. Pada pertengahan 2009 lalu, Pemeritah Kota Kendari telah membebaskan lahan seluas 10 hektar (dari 20 hektar yang direncanakan) menyusul pembuatan jalan utama sepanjang 1,4 km. Peletakan batu pertama pembangunan dermaga dilakukan pada tanggal 6 Juli 2009. Pada tahun anggaran 2010, Pemprov telah memenuhi kebutuhan pengadaan tambahan lahan seluas 10 hektar dengan melakukan penimbunan laut dan memulai pembangunan konstruksi fisik dermaga. Mengomentari gagasan Pemprov Sultra ini, Ir. Asrun, M.Eng, Walikota Kendari mengatakan bahwa keinginan membangun pelabuhan tersebut telah diimpikan sejak 20 tahun lalu, namun baru bisa terwujud di pemerintahan Nur Alam.

“Pemerintah Kota Kendari secara khusus menyampaikan apresiasi dan terima kasih serta penghargaan yang tinggi atas upaya dan semangat bapak gubernur dan seluruh jajarannya sehingga pelabuhan kontainer dapat diwujudkan pembangunan sebagaimana yang disaksikan saat ini,” puji Asrun.

Rumah Sakit garden hospital yang semula dianggap sebagai salah satu proyek mercuar Pemerintahan Nur Alam, kini telah berdiri tegak di pelupuk mata warga Sultra, tepatnya di atas lahan seluas 17 hektar di Jalan Kapten P. Tendean, kelurahan Watubangga, Kota Kendari. Meski belum rampung 100 % hingga awal tahun 2011, namun saat melihat konstruksi fisik rumah sakit itu telah berdiri tegak di pinggiran kota Kendari bagian selatan, warga masyarakat yang sempat melintas didepannya selalu berdetak kagum.

“Ini salah satu karya Nur Alam yang sangat dibutuhkan masyarakat,” gumam ibu Bunga, mantan anggota DPRD Konawe Selatan ketika melintas dari arah Lepo-Lepo menuju Bandara Haluoleo baru-baru ini.

Untuk dapat rampung 100 %, Rumah Sakit garden hospital bertaraf internasional itu memerlukan dana sebesar Rp. 422 Milyar. Hingga saat ini, upaya keras Nur Alam dalam mencari sumber-sumber pendanaan telah membuahkan hasil, diantaranya pada tahun 2009 lalu, Pemprov Sultra mengucurkan dana APBD sebesar Rp 20 miliar. Kementrian Kesehatan memberi bantuan sebesar Rp 10 miliar dan PT. INCO memberi sumbangan sebesar Rp 11,5 miliar dimana Rp 7 miliar. Diantaranya dialokasikan untuk pembangunan gedung rawat jalan. Pada tahun anggaran 2010, dana yang dikucurkan untuk melanjutkan pembangunan rumah sakit ini mencapai angka Rp 57 miliar. Pada tahun anggaran 2011, Pemprov Sultra telah mengupayakan penambahan dana pembangunan beberapa fasilitas lain sebesar Rp 183 miliar.

Terkait sinisme beberapa kalangan LSM yang seolah sering menertawainya ketika menampilkan gambar gedung-gedung pencakar langit di beberapa kota besar dunia, Nur Alam tidak terlalu ambil pusing. Ia juga mengakuinya bila semua itu masih mimpi dan menganggapnya masih terlalu jauh untuk diwujudkan. Tapi, seperti yang selalu dikatakannya pada forum-forum diskusi, semua cita-cita besar biasanya berawal dari mimpi. Dan mimpi itu akan tetap menjadi mimpi bila tidak ada upaya nyata yang dilakukan untuk mengarah ke arah sana.

“Saya memang memimpikan suatu saat nanti Sultra akan menjadi seperti Hongkong, Korea dan Jepang. Tapi itu tidak mustahir terjadi. Sebab, kita punya potensi sumberdaya alam yang lebih besar dari mereka. Hanya saja karena mereka sudah bisa mengelola potensi SDA dengan baik, maka mereka pun lebih maju dari kita,” tutur NA kala itu didepan acara diskusi dengan sejumlah stakeholder di Sultra, pertengahan Maret 2011 lalu.

Tapi yang lain bukan mimpi kan. Block-grant, Jembatan penyeberangan, masjid teluk Kendari, pelabuhan peti kemas di bungkutoko, rumah sakit garden hospital, dan lain-lain. Itu sudah ada dipelupuk mata kita,”, tambahnya rileks dalam suatu acara makan siang bersama beberapa stafnya diruang VIP Bandahara Haluoleo, akhir Maret 2011 lalu.

Komentar