KONAWE SELATAN – Empat lokasi lahan milik Satuan Brimob Polda Sultra, yang berlokasi di Desa Puosu Jaya, Kecamatan Konda, Kabupaten Konawe Selatan, dipasangi patok dan kawat berduri oleh sekelompok warga.
Pemasangan pagar kawat itu diduga sengaja dipasang oleh seorang warga dengan tujuan ingin menguasai lahan tersebut agar dapat dijual kembali.
Tidak hanya itu, pemagaran itu juga disinyalir untuk memprovokasi masyarakat lainnya agar berbenturan dengan aparat Brimob.
Hal itu terbukti, saat oknum Kades Puosu Jaya melakukan protes dengan sengaja merekam video gunakan handphone dan sesekali mengeluarkan kalimat provokasi mengajak warga agar datang ke lokasi membantunya.
“Iya tadi sore itu kita terima laporan katanya lahan Brimob yang mau ditanami jagung ada yang pasangi pagar,” ujar Dansat Brimob Polda Sultra, Kombes Pol Adarma Sinaga, Sabtu 17 April 2021.
Dia menambahkan, tidak hanya memasang pagar, sebuah papan tulisan yang dipasang oleh Brimob di lokasi tersebut telah dirubuhkan dan diganti dengan spanduk lainnya.
“Jadi disitu ada tulisan himbauan Brimob, sekarang sudah tidak ada. Malah diganti dengan spanduk bertuliskan ‘tanah ini dijual’, ” tuturnya.
Dansat Brimob berharap agar kejadian yang terjadi sore tadi tidak berkepanjangan dan tidak disalahgunakan untuk membuat opini miring.
“Pas kita datang oknum Kades itu langsung ribut sambil protes dan berteriak katanya kita ambil lahan mereka. Padahal ini sudah jelas statusnya bahwa lahan itu adalah tanah hibah dari Pemda milik Brimob,” tuturnya.
Dia mengungkapkan, sebelumnya juga sudah dilakukan kesepakatan dan musyawarah antara purnawirawan Polri dan Sat Brimob. Kesepakatan itu tentang berbagai hal dan saat ini sedang berjalan dalam rangka pelaksanaan kesepakatan.
“Sedangkan posisi oknum Kades itu bukan bagian dari Purnawirawan, dia hanya sebatas sebagai saksi karena dianggap mengetahui sejarah status lahan yang dipermasalahkan itu. Seharusnya dia sebagai Kepala Desa memberikan solusi bukan justru ikut tampil dan seolah ingin ikut menjadi bagian dari pemilik lahan tersebut,” ungkapnya.
“Jadi memang targetnya mereka itu mau provokasi dengan modus buat pagar. Pagar itu yang dijadikan objek untul bahan provokasi untuk memancing keributan dengan Brimob,” ucapnya.
Untuk diketahui, lahan yang diklaim dan diprotes oleh oknum Kades itu statusnya sah dimilki oleh Brimob berdasarkan SK Bupati Kendari No 137/1980 tanggal 6 Agustus 1980. Penyerahan tanah negara bebas untuk restlemen Polri (kawasan pemukiman dan pertanian untuk purnawirawan Polri).
“Jadi dulu itu tahun 1978 ada program penempatan para purnwirawan Polri untuk mendapat tanah pertanian bebas. Pada saat itu gelombang pertama 30 sesuai SK 137 dengan jatah 2 Ha per KK, 1 Ha lahan kering dan 1 Ha lahan basah,” jelasnya.
Tahun 1981 sudah pernah dilakukan ganti rugi terhadap warga yang memiliki tanaman diatas lahan Brimob saat itu. Jumlah ganti rugi pada tahun itu senilai Rp1 juta.
“Jadi waktu itu sudah ada ganti rugi sebenarnya oleh Bupati Kendari tahun 1981 kepada warga yang ada tanahnya diatas lahan Brimob. Ganti lahan itu dimaksud agar tidak ada lagi persoalan dan semuanya masalah clear sebelum diserahkan ke Polri waktu itu,” bebernya.
Bahkan lahan yang diprotes oknum Kades itu, Brimob telah memiliki surat putusan resmi dari Mahkamah Agung terkait status kepemilikan sah lahan tersebut.
“Lahan itu secara sah dimiliki Brimob setelah menang dalam gugatan pengadilan dengan no 90 K/TUN/2017,” jelas Adarma Sinaga.
Awak media ini mencoba mengkonfirmasi oknum yang bersangkutan melalui sambungan telpon, aktif namun tidak mendapat respon.
Laporan: Aldi R.
Komentar