WANGGUDU – Kepala Bidang Sarana dan Prasarana (Sarpras) Dinas Perhubungan Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra), Achland dengan gamblang mengatakan jika sikap perusahaan yang melaporkan masyarakat pemilik lahan ke penegak hukum merupakan tindakan salah alamat.
Menurut Achland, di dalam SK 119 tidak serta merta menggugurkan hak-hak masyarakat pemilik lahan. Karena jalan yang ditetapkan menjadi jalan kabupaten bertujuan agar perusahaan yang melalui ruas jalan tersebut tidak mengklaim jika itu adalah jalan yang digunakan untuk Hauling.
Jika berbicara dalam konteks Peraturan Menteri Pekerjaan Umum tentang jalan khusus, lanjut Achland, yang intinya seluruh perusahaan baik pertambangan nikel tau perkebunan kelapa sawit wajib membuat jalan khusus untuk mendukung aktifitas pertambangannya.
“Wajib dan tidaknya ini harus meminta persetujuan tertulis secara resmi dari penyelenggara jalan. Penyelenggara jalan itu Dinas PU kalau di kabupaten, pelaksanaan jalan ini di awasi oleh Dinas Perhubungan untuk pemanfaatan jalan,” kata Achland, Senin (4/11/2024).
Kata dia, perusahaan di Blok Mandiodo yang mengantongi rekomendasi untuk menggunakan ruas jalan kabupaten Puusuli-Mandiodo hanya bersifat sementara agar pihak perusahaan segera membuat jalan khusus.
“Rekomendasi ini sifatnya sementara bisa ditinjau kembali. Apa tujuannya diberikan pertimbangan agar kita tidak melanggar investasi menghalang-halangi investasi maka diberikan ruang untuk menggunakan ruas jalan kabupaten. Dengan maksud agar perusahaan bisa buat jalan sendiri atau jalan khusus,” ujarnya.
“Pertanyaannya di situ (Mandiodo) adakah yang buat jalan khusus, kan tidak ada. Mereka hanya menyebut jalan Hauling. Jalan Hauling itu memang benar, tapi itu kalau di dalam kawasan IUP mu sendiri. Tapi sebenarnya mereka itu harus menggunakan jalan khusus. Mereka tidak boleh menggunakan jalan umum, baik itu jalan kabupaten kah, jalan desa kah,” sambungnya.
Masih kata Achland, seharusnya perusahaan memahami untuk segera mengajukan pembuatan jalan khusus.
“Sampai sekarang belum ada yang bermohon pembuatan jalan khusus, hanya mengajukan izin penggunaan jalan kabupaten saja,” bebernya.
Namun sayangnya, perusahaan pertambangan nikel yang mengajukan izin menggunakan ruas jalan kabupaten terkesan tidak memahami poin-poin di dalam pertimbangan teknis.
Di mana di dalamnya, lanjut dia, bahwa perusahaan yang mendapatkan izin harus memperhatikan peraturan yang ada, termasuk hak-hak masyarakat.
“Kalau tidak salah ada 12 poinnya itu,” imbuhnya.
Terkait aksi pemalangan jalan yang diduga dilakukan oleh pemilik lahan dan berujung pelaporan ke APH oleh pihak perusahaan, kata Achland, harusnya dapat diselesaikan dengan cara komunikasi.
“Kami (Dishub red) sudah pernah memberikan keterangan di Polda dan fungsi Dishub hanya mengawasi penggunaan jalannya, tidak mencampuri urusan hak-hak yang ada di dalamnya,” katanya.
“Harusnya ini dimediasi. Mereka (perusahaan) harusnya memahami kalau ini kan haknya masyarakat sebagai pemilik lahan. Tidak bisa perusahaan berlindung bahwa sudah mengantongi izin melintas, nda bisa seperti itu,” lanjutnya.
“Salah alamat toh. Masa pergi lapor warga. Nah kau yang gunakan haknya, tanahnya. Wajar toh warga pergi tutup lahannya. Harusnya perusahaan membangun komunikasi dengan masyarakat pemilik lahan,” tutup Achland.
Redaksi
Komentar