WANGGUDU – Direktur Eksekutif Explor Anoa Oheo, Ashari sangat mengapresiasi langkah Pemerintah Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra), menetapkan ruas jalan yang menghubungkan Desa Puusuli Kecamatan Andowia dan Desa Mandiodo Kecamatan Molawe sebagai jalan kabupaten.
Ashari melihat, penetapan ruas jalan Puusuli dan Mandiodo itu merupakan langkah tepat Pemkab Konawe Utara dalam meningkatkan pembangunan di Bumi Oheo dalam sektor pendapatan asli daerah (PAD).
Pasalnya, dalam Surat Keputusan ( SK ) Bupati Konawe Utara Nomor 199 Tahun 2022 tentang penetapan ruas jalan menurut statusnya sebagai jalan Konawe Utara, realistis menciptakan lahan baru sebagai objek pemasukan PAD bagi pemerintah daerah, terlebih lagi dampak positif kepada masyarakat sebagai penerima manfaat.
“Saya sangat apreasiasi Pemda Konut. Langkah yang diambil menurut saya sudah sangat tepat dalam meningkatkan sektor PAD kita,” kata Ashari, Senin (4/11/2024).
Menurut Ashari, sebelum Pemkab Konawe Utara menerapkan ruas jalan Puusuli-Mandiodo merupakan jalan “empuk” bagi perusahaan tambang di blok tersebut dalam melakukan Hauling ore nikel tanpa memberikan kontribusi PAD kepada daerah.
“Kini jalan itu telah resmi naik status menjadi jalan kabupaten sebagai sarana layanan publik,” ujarnya.
Dari aspek sosial kemasyarakatan, lanjut Ashari, dirinya sangat mendukung dengan harapan akan terciptanya peningkatan taraf hidup masyarakat, kegiatan ekonomi desa, peningkatan nilai aset desa, mempercantik wajah desa, mempercepat mobilitas pengguna akses jalan, lancar, hemat, dan lain sebagainya .
“Yang sangat kita sayangkan ketika infrastruktur sarana publik telah resmi menjadi aset negara kemudian di palak oleh sekelompok orang mengatasnamakan pemilik lahan,” katanya.
Walau demikian, Ashari tidak menafikan adanya bentuk claim kepemilikan hak atas tanah. Baginya Itu hal yang wajar dan sah-sah saja, namun dalam bentuk protes tidak diinginkan terjadi yang sifatnya ada pihak yang di rugikan, terlebih lagi ada kelompok masyarakat penggugat juga menjadi korban secara hukum.
“Sebelum ruas jalan itu ditetapkan sebagai jalan kabupaten, akses itu banyak dimanfaatkan sebagai sarana hauling memuluskan praktek pertambangan ilegal ( PETi ). Saat itu diam dan seolah tidak ada masalah. Kak sekarang muncul klaim, ini kan aneh,” terangnya.
Ashari menjelaskan, jika dalam bentuk mengklaim jalan tersebut mesti di uji dulu kebenaran dan kepastian hukumnya. Ketika objek perkaranya di tujukan kepada Pemda. Surat keberatan juga bisa di tempuh melalui aspirasi hearing Rapat Dengar Pendapat (RDP) ke DPRD sebagai perwakilan rakyat.
“Bukan justru sebaliknya kelompok masyarakat ini di giring dan dibekali melakukan pemalangan. Semestinya dari pihak yang mengklaim berbuat dengan cara-cara elegan,” imbuhnya.
Hal fatal kemudian, lanjut Ashari, sekelompok masyarakat lokal menjadi korban atas dasar keinginan sendiri dengan tidak melihat rambu hukum. Sangat jelas dengan cara merintangi jalan disitu ada pasal melawan undang-undang pertambangan, belum lagi tempat kejadian perkara (TKP) nya tepat berapa pada status badan jalan kabupaten
Pemalangan pertama sudah mendapat atensi pemeriksaan dan penyelidikan dari pihak Aparat Penegak Hukum (APH). Tambah Ashari, hal serupa kembali terulang dan berulah hingga atas perilaku dan keinginan sendiri, oknum ataupun kelompok masyarakat yang terkesan memaksakan dirinya berhadapan dengan masalah hukum.
“Kalau boleh saya sarankan yang mendampingi masyarakat yang mengklaim untuk tidak hanya sebatas mengawal aspirasi mereka, namun lebih pada keamanan mereka agar tidak jatuh korban. Karena apapun yang mereka lakukan, sudah barang pasti ikut dari arahan saudara,” ucapnya.
Redaksi
Komentar