Site icon KonasaraNews.com

Dua Bulan Ini Tiga Nyawa Melayang, P3D Konut Desak Pemberian Sanksi Berat Kepada PT KKU, PT BSJ dan PT BNN

Jefri

KENDARI – Kecelakaan kerja (Laka kerja) di lokasi pertambangan kian marak terjadi, penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) seolah terabaikan.

Bagaimana tidak, peristiwa kecelakaan kerja nyaris tiap pekan terdengar. Seperti, kecelakaan kerja pada 24 Agustus 2023 di lokasi PT Bumi Sentosa Jaya (PT BSJ) yang berada di Desa Boedingi, Kecamatan Lasolo Kepulauan, Konut yang merenggut nyawa sopir dump truk. Kamis 24 Agustus 2023.

Kecelakaan kerja pada 9 September 2023, di lokasi PT Karyatama Konawe Utara (PT KKU), Desa Tambakua, Kecamatan Langgikima, Konut yang juga menyebabkan seorang sopir dump truk meninggal dunia.

Berikutnya, pada 15 September 2023, sebuah mobil bus yang mengangkut 19 pekerja terguling saat di jalan hauling PT Hillcon di Desa Lameruru, Kecamatan Langgikima.

Terakhir, kabar kecelakaan kembali terjadi (21/9/23), di Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT Bumi Nikel Nusantara (PT BNN) Desa Puusuli, Kecamatan Andowia, Konut, yang juga merenggut nyawa seorang sopir dump truk.

Menanggapi hal itu, Ketua Umum Persatuan Pemuda Pemerhati Daerah Konawe Utara (P3D-Konut), Jefri, mengungkapkan bahwa kecelakaan kerja yang merenggut nyawa sudah berulang kali terjadi di wilayah pertambangan. Namun anehnya, hampir semua kasus tidak terselesaikan, bahkan diantaranya seolah ditutupi untuk menghindari sanksi dari pihak berwenang.

“Secara lembaga kami mendesak Inspektur Tambang, DPRD Sultra dan Disnakertrans untuk membuat rekomendasi menghentikan segala bentuk aktivitas pertambangan PT KKU dan PT BSJ. Kami minta Kepala K3 dan KTT kedua perusahan tersebut diproses jika ditemukan ada kelalaian dari perusahan tersebut,” ucapnya.

Sementara, Ketua Komisi III DPRD Sultra, Suwandi Andi dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Kamis (21/9/2023). Ia menyebut akan membentuk Pansus untuk menangani perkara kecelakaan kerja.

Ketua Komisi III DPRD Sultra membeberkan, sejauh ini pihaknya belum mendapatkan laporan terkait kecelakaan kerja tersebut, baik dari Disnakertrans Sultra maupun instansi terkait lainnya. Secara aturan, perusahaan pemilik IUP memiliki tanggung jawab terhadap segala aktivitas penambangan.

“Informasi dari Disnaker Sultra tidak ada laporan terkait kecelakaan kerja, malah Disnaker Sultra dapat informasi dari masyarakat dan media. 2 perusahaan ini tidak mau tanggung jawab. Walaupun 2 perusahaan ini subkontraktor nya, tetapi perusahaan pemilik IUP tetap memiliki tanggung jawab,” kata Suwandi Andi.

Pihaknya juga menyesalkan perusahaan yang tak melaporkan kecelakaan kerja tersebut, padahal menurutnya laporan kecelakaan kerja adalah sebuah kewajiban perusahaan.

“Bahkan untuk PT KKU tadi tidak mampu memperlihatkan data perusahaan subkontraktornya, dan lucunya mereka saling lempar tanggung jawab,” ujarnya.

Yang parahnya, Suwandi Andi bilang, kecelakaan kerja di lokasi pertambangan PT BSJ, nanti setelah 3 hari korban meninggal baru mau diuruskan BPJS Ketenagakerjaan.

“Dua perusahaan subkontraktor yang karyawannya meninggal tidak mendaftarkan karyawannya di BPJS Ketenagakerjaan, padahal ini adalah sebuah kewajiban perusahaan,” ungkapnya.

Usai hearing di DPRD Sultra pihak PT KKU yang dimintai keterangan, enggan untuk diwawancarai oleh awak media. Sementara, PT BSJ melalui KTT nya, Rijal Togala, bersikukuh membantah. Dengan tegas ia mengatakan bahwa perusahaannya sudah melaporkan perihal kecelakaan kerja melalui Inspektur Tambang.

“Kita sudah laporkan ke Inspektur Tambang,” tegas Rijal Togala.

Dikonfirmasi terpisah, Kadisnakertrans Sultra, LM Ali Haswandi melalui Staf Binwasnaker dan K3, Niar. Kata dia, sejauh ini pihaknya belum menerima laporan dari PT BNN terkait peristiwa kecelakaan kerja tersebut.

“Belum,” ujarnya saat dikonfirmasi via WhatsApp, Jum’at, 22 September 2023.

Niar menjeslakan, berdasarkan aturan setiap peristiwa kecelakaan kerja, pihak perusahaan wajib melaporkan hal tersebut.

Apabila kecelakaan tersebut mengakibatkan korban mengalami cacat atau memiliki penyakit, perusahaan juga wajib melaporkan kecelakaan serta dampaknya tidak lebih dari 2×24 jam setelah pekerja dinyatakan mengalami penyakit, cacat, atau meninggal dunia.

“Peraturan itu tertuang dalam pasal 11 ayat 1 undang-undang nomor 1 tahun 1971, pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat kerja yang dipimpinnya, pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga kerja,” jelas Niar.

Selain itu, hal itu telah diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor: Per.03/Men/1998 tentang tata cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan.

Terakhir, pihaknya menegaskan, jika pihak perusahaan tidak melaporkan peristiwa tersebut, maka bersiap akan ada sanksi yang diberikan.

“Ada sanksi, berdasarkan pasal 15 juncto pasal 3 ayat 1 undang-undang nomor 1 tahun 1970,” pungkasnya.

Laporan: Renaldy

Exit mobile version