KONAWE UTARA – Hiruk pikuk penambangan nikel di Blok Mandiodo secara ilegal perlahan mulai terkuak. Salah satu sumber terpercaya yang tidak ingin disebutkan namanya, membeberkan jika ore yang keluar melalui Jetty atau pelabuhan khusus PT Sriwijaya Raya di Desa Tapuemea diduga kuat hasil dari penambangan ilegal di IUP PT Antam.
Kepada media ini, dia menuturkan jika yang menggunakan Jetty di Desa Tapuemea tersebut tidak memiliki keterikatan kerja sama baik dengan PT LAM maupun PT Antam.
Kata dia, para penambang mengambil ore nikel di Eks IUP PT Sriwijaya Raya di Desa Tapuemea yang telah diambil alih PT Antam.
“Kalau yang pake kemarin jetty itu (PT Sriwijaya Raya red) yang tidak berkontrak dengan kami. Yang menambang di Eks Sriwijaya,” katanya, Senin (4/9/2023).
Ditanyai bagaimana bisa terjadi penambangan di Eks IUP PT Sriwijaya Raya yang telah menjadi hak PT Antam, dia menjelaskan itu semua dilakukan karena diduga menggunakan jalur koordinasi.
“Koordinasi dan kalau mau pengapalan menggunakan dokumen terbang (Dokter red),” jelasnya.
Sementara itu, Presidium Persatuan Pemuda Pemerhati Daerah Konawe Utara (P3D Konut), Jefri mengatakan, jika apa yang didugakan selama ini mulai mendapat titik terang.
Lanjut Jefri, penambangan ore nikel di Eks IUP PT Sriwijaya Raya yang telah menjadi milik PT Antam periode 2021 sangat melanggar hukum.
Namun sayangnya, kata Jefri, hingga saat ini Kejati Sultra terkesan tutup mata dan tebang pilih. Pasalnya, belum ada satu pun yang pernah menambang di wilayah itu diperiksa.
“Puluhan tongkang atau 471.325 metrik ton sepanjang periode 2021 diduga keluar. Hitung berapa negara dirugikan dengan adanya penambangan ilegal. Kejati Sultra harus masuk ke sana,” ujarnya.
Belum lagi, tambah Jefri, ore nikel yang diambil dari Eks IUP PT Sriwijaya Raya itu dikirim melalui Jetty perusahaan tersebut yang dikelolah oleh Badan Usaha Pelabuhan Hadji Dini Perkasa.
“Mereka dibebankan royalti 1,5 dolar ($). Kalau kita hitung, kerugian negara akibat ulah penambangan ilegal di Eks IUP PT Sriwijaya Raya itu nilanya sangat fantastis,” cetusnya.
“Artinya BUP Hadji Dini Perkasa saja diduga kuat meraup keuntungan hingga Rp9,8 M. Bagaimana dengan ore nikel yang dijual ke pabrik. Ini yang harus dilihat dan diselidiki oleh Kejati Sultra, kalau mau benar-benar serius memberantas dugaan korupsi yang terjadi di PT Antam Konut,” sambungnya
Makanya, Jeje sapaan akrab Jefri mendesak Kejati Sultra untuk segera menyelidiki siapa-siapa saja oknum yang telah merampok hasil bumi itu.
“Kami minta Kejati Sultra mengusut dan terbuka kepada publik siapa sih yang menambang di Eks IUP PT Sriwijaya Raya. Serta mendesak Kejati Sultra untuk memeriksa manajemen Badan Usaha Pelabuhan HDP karena diduga memfasilitasi keluarnya ore nikel melalui Jetty PT Sriwijaya,” tutupnya.
Laporan : Mumun