Site icon KonasaraNews.com

Warga Bajo di Labengki Dibayangi Ketakutan, Hak Perkebunan Kelapa di Areal Pulau Mapara Diduga Coba Dirampas

Ketgam : Direktur Eksekutif Explor Anoa Oheo, Ashari

KONAWE UTARA – Direktur Eksekutif Explor Anoa Oheo ( EXOH Indonesia ), Ashari dengan tegas kembali mewarning investor yang berniat melakukan investasi wisata di Pulau Labengki Kecamatan Lasolo Kepulauan, Konawe Utara.

Kata Ashari, investasi wajib mengenal dan menghargai kearifan lokal masyarakat bajo di Labengki. Bukan malah hadir untuk merampas hak-hak yang telah ada dari turun temurun.

Ashari menuturkan, latar belakang keberadaan Taman Wisata Alam Laut (TWAL) teluk Lasolo seluas 72.660 HA merupakan anugrah yang memancarkan pesona alam. Keasriannya mesti di pertahankan dan akan baik ketika menjadi suatu objek wisata sejalan dengan kearifan lokal yang ada

“Sebelum di tetapkan teluk Lasolo sebagai kawasan TWAL, dahulu diketahui areal itu sebagai kawasan perekonomian masyarakat Bajo layaknya sebagai benteng pertahanan keberlangsungan hidup,” katanya, Senin (28/8/2023).

Ashari menantang, jika ada oknum atau segelintir pihak yang mengklaim jika lahan tersebut bukan milik masyarakat. Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) pun tidak memiliki hak sifatnya ” Memaksa ” untuk mengklaim sekalipun itu kewenangannya.

“Peraturan Menteri Kehutanan nomor 22 tahun 2012 tentang pedoman kegiatan usaha pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata alam laut pada hutan lindung. Rujukan ini mestinya menjadi pegangan guna menciptakan kolaborasi dan sinergitas antara pengusaha dan masyarakat adat setempat,” ujarnya

Menurut Ashari, saat ini ada dugaan upaya percobaan perampasan hak perkebunan kelapa di Areal Pulo Mapara Labengki besar milik Haji Ance (77).

“Kurang lebih sama riwayat kronologi dengan seorang kakek tua bernama Haji Summung pada tahun 2017 silam. Tempat penangkapan ikan (Sero) miliknya di Pulo Mauwang harus mengalah meninggalkannya karena dengan rasa tekanan,” bebernya

Olehnya itu, lanjut Ashari, kejadian yang serupa tidak boleh lagi terjadi. Investor pengembang wisata mesti menjadi terdepan menjaga kearifan lokal bukan malah praktek intimidasi yang diduga coba dimainkan.

“BKSDA Sultra dapat menengahi. Diplomasi yang terukur, negosiasi tanpa ada tekanan, sampai lahir solusi yang benar-benar mufakat. Keluarga Haji Ance tidak sendiri, kami pun pastikan hadir mendampingi mereka,” tegasnya.

Masih kata Ashari, secara hukum adat adalah hak lahan masyarakat setempat sehingga lahan sero di laut atau lahan kebun di darat pesisir pantai merupakan bukti fisik masyarakat secara turun temurun.

“Masyarakat memiliki hak yang sah tidak bisa diambil alih begitu saja oleh oknum bertameng investasi termasuk oknum pemerintah sebagai pemrakarsa,” imbuhnya.

Pemerintah mesti adil dan tegas karena disitu ada masyarakat yang butuh perlindungan sosial. Jika usaha wisata tak memenuhi ketentuan, maka akan mendatangkan tamu juga menjadi ilegal,” tutupnya.

Hingga berita ini ditayangkan, awak media ini masih berupaya mencari tau perwakilan perusahaan yang akan berinvestasi di Pulau Mapara.

Laporan : Mumun

 

Exit mobile version