KENDARI – Jaksa Penuntut Umum (JPU) dinilai kurang adil dalam menangani kasus dugaan pemalsuan dokumen Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Mandala Jayakarta.
Pasalnya, perkara pidana dengan nomor perkara 42/pid.B/2023/PN Kdi mengadili bahwa Leo Robert Halim telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana turut serta membuat surat palsu.
Dalam pembacaan putusan yang digelar di Pengadilan Negeri Tipikor Kelas I A Kendari, dipimpin oleh Hakim Ketua Arif Nugroho serta didampingi Nursina dan Wahyu Bintoro sebagai Hakim Anggota. Terdakwa Leo Robert Halim divonis hukuman penjara selama 3 tahun dan menetapkan agar terdakwa tetap ditahan.
Namun dalam prosesnya, terdakwa Leo Robert Halim hingga saat ini belum dilakukan penahanan oleh Pengadilan maupun Kejaksaan. Alih-alih ditahan, beberapa hari lalu, Leo Robert Halim masih sempat berkomentar disalah satu media online.
Kasi Intel Kejaksaan Negeri Kendari, Bustanil N Arifin saat dikonfirmasi mengatakan bahwa terdakwa Leo Robert Halim masih berstatus tahanan kota.
“Statusnya masih tahanan kota kalau tidak salah,” singkatnya.
Menanggapi hal itu, Kuasa Hukum Direktur PT Mandala Jayakarta, Yendra Latorumo sangat menyayangkan. Sebab, hingga hari ini Leo Robert Halim masih bebas berkeliaran dan memberikan komentar di media yang diduga provokatif.
Yendra Latorumo menegaskan, seharusnya Aparat Penegak Hukum (APH) mencegah tindakan-tindakan terdakwa yang dapat merugikan pelapor.
“Tindakan-tindakan hukum yang diduga dilakukan Leo Robert Halim setelah menjadi tersangka, terdakwa maupun terpidana, yang seharusnya aparat penegak hukum yang punya kewenagan untuk melakukan penahanan agar tindakan-tindakan yang bertpotensi merugikan pelapor tidak terjadi,”Kata Yendra Latorumo.
Menurut Yendra Latorumo, ada beberapa dugaan tindakan Leo Robert Halim yang disinyalir melawan hukum. Salah satunya Leo Robert Halim diduga memfasilitasi pelaku ilegal mining dengan menandatangani atau memberikan dokumen PT Mandala Jayakarta kepada perusahaan yang melakukan penambangan bukan di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Mandala Jayakarta, yang secara prinsipil juga sangat merugikan negara.
Selain dari pada itu Yendra Latorumo mengungkapkan bahwa tindakan Leo Robert Halim diduga melanggar undang-undang nomor 4 tahun 2009.
“Apa yang kami duga dilakukan Leo Robert Halim tertuang di undang-undang no 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batu bara pasal 158 Pasal 160 dan Pasal 161,” ungkapnya.
Terakhir, Yendra Latorumo meningkatkan jika persoalan ini tidak segera dituntaskan, maka pihaknya akan melaporkan kasus ini ke Kejaksaan Agung Rupublik Indonesia (Kejagung RI).
“Dalam waktu dekat ini, kami dari Tim Kuasa Hukum Direktur PT Mandala Jayakarta akan melaporkan kasus ini ke Kejagung RI,” tegas Yendra.
Diketahui, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP) pada pasal 25 menyatakan dalam ayat (1) perintah penahanan yang diberikan oleh penuntut umum sebagaimana dimaksud pada pasal 20, berlaku paling lama dua puluh hari, ayat (2) jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperlukan guna kepentingn pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh ketua pengadilan negeri yang berewenang untuk paling lama tiga puluh hari.
Selain itu pasal 27 Kitab Hukum Acara Pidana (KUHP) menegaskan pada ayat (1) Hakim pengadilan tinggi yang mengadili perkara sebagaimana dimaksud dalam pasal 87, guna kepentingan pemeriksaan banding, berwenang mengeluarkan surat perintah penahanan untuk paling lama tiga puluh hari.
Kemudian pada ayat (2) KUHAP juga menambahkan bahwa, jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperlukam guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh ketua pengadilan tinggi yang bersangkutan untuk paling lama enam puluh hari.
Laporan : Renaldy