KENDARI – Aktivitas penambangan pasir ilegal di Kecamatan Nambo diduga sengaja dibiarkan oleh pengambil kebijakan di Bumi Anoa Kota Kendari.
Dari sisi hukum, Dr. La Sensu melihat ada niat untuk membiarkan operasi penambangan tetap berlangsung. Sebab itu, bisa dikatakan pengambil kebijakan yakni Pj Wali Kota, Gubernur, Kapolda, Kejati, PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) Regional IV Kendari, dan Kantor Syahbandar hingga Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kendari terang-terangan menentang Undang-undang.
Kalaupun Pemkot Kendari mengusulkan revisi peraturan tata ruang (RTRW), selama belum ada keputusan atau hasil revisi dari Pemerintah Pusat, maka korporasi yang menambang pasir Nambo dilarang.
“Dari segi hukum, ada niat untuk membiarkan operasi penambangan berlanjut. Karena itu, bisa dikatakan Pj Wali Kota Kendari, Gubernur Sulawesi Tenggara, dan perusahaan tambang tersebut terang-terangan menentang undang-undang. Kalau pejabat tidak peduli dengan kegiatan perusahaan, berarti ada niat menerima, itu kata kuncinya,” ucap Dr. La Sensu yang merupakan Pakar Hukum Tata Negara.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo Kendari itu menerangkan, jika selama persyaratan dan prosedur kegiatan penambangan tidak terpenuhi, maka perusahaan tidak dibolehkan untuk beroperasi.
“Olehnya itu Pemerintah Kota Kendari, Pemprov, Polda , dan Kejati Sultra tidak bisa membiarkan kegiatan penambangan liar di Nambo terus berlanjut,” terangnya.
Meski Pemkot Kendari telah mengusulkan revisi RTRW-nya, namun catatan Pemerintah Pusat untuk mengubah RTRW Kota Kendari menunjukan bahwa kegiatan korporasi dalam penambangan pasir Nambo tidak boleh dilakukan.
Jika tetap dilakukan, maka akan menjadi pelanggaran hukum dan masuk dalam ranah hukum pidana, baik bagi korporasi maupun Pemkot Kendari.
“Selama belum ada hasil revisi RTRW, semua kegiatan penambangan pasir Nambo tidak boleh dilakukan,” tutupnya.
Laporan : Renaldy
Komentar