MUNA – Tenaga honorer di Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara (Sultra), sedang disibukkan dengan adanya pendataan tenaga non aparatur sipil negara (ASN).
Pendataan ini merupakan tindaklanjut dari pemberlakuan peraturan pemerintah (PP) nomor 49 tahun 2018 tentang manajemen PPPK yang mewajibkan status kepegawaian di lingkungan Instansi pemerintah terdiri dari dua jenis kepegawaian, yaitu PNS dan PPPK.
Ironisnya, dalam proses pendataan itu, ada dugaan pungutan liar (Pungli) yang dilakukan oleh Kepala Puskesmas Tampo, Kecamatan Napabalano terhadap tenaga kesehatan (nakes) non ASN.
Sang Kapus mengumpul semua berkas honorer untuk dibawa ke Dinas Kesehatan. Selanjutnya, berkas-berkas itu disetor agar datanya dapat diinput.
Salah seorang nakes yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan, jika ia bersama rekan-rekannya telah dimintai uang sebesar Rp50 ribu diduga memuluskan proses pendataan melalui Dinkes.
“Katanya ibu Kapus, uang itu untuk orang di dinas,” akunya.
Pemungutan biaya itu dinilai memberatkan bagi para honorer. Apalagi, sifatnya tak wajib dan tidak diperbolehkan dalam aturan. Hanya saja mereka tak berani menolak secara langsung kepada atasannya.
“Ini kan jelas-jelas pungli, saya kira ini tidak bisa dibiarkan,” katanya.
Ia berharap, hal ini dapat menjadi teguran bagi para pemangku kebijakan di tiap intansi agar tak lagi melakukan hal-hal yang dapat melanggar hukum. Apalagi harus mempersulit urusan orang lain.
Sementara itu, hingga saat ini Kapus Tampo, Rosdiana belum berhasil ditemui untuk dimintai klarifikasi. Saat media ini bertandang ke Puskesmas Tampo, Rosdiana sedang tak berada di tempat. Coba dikonfirmasi melalui WhatsApp pribadinya, namun dirinya juga belum memberikan tanggapan jelas atas tudingan itu.
“Kalau kita mau konfirmasi dengan saya, silakan datang besok,” singkatnya.
Untuk diketahui, pungli merupakan salah satu modus korupsi yang diatur dalam Undang-Undang (UU) nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yang diperbaharui dengan UU nomor 20 tahun 2001.
Laporan : Erwino