Site icon KonasaraNews.com

Aktivitas Bongkar Kapal Vessel di Laut Matarape Konut Disorot

Ketgam : Mirwan (baju jas dan Ashari (baju biru).

KONAWE UTARA – Direktur Eksekutif Explor Anoa Oheo ( EXOH ), Ashari kembali menyoroti aktivitas bongkar muat kapal vessel di laut Matarape, tepatnya di Kecamatan Langgikima, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra).

Kata Ashari, Konawe Utara hanya dijadikan sebagai pelarian kegiatan pembongkaran kapal vessel oleh pihak PT VDNI disaat cuaca mulai ekstrim.

Menurut Ashari, PT Satya Kurnia Sampara mendapat keuntungan besar dari aktivitas di laut Matarape, namun sayangnua Pemerintah Kabupaten Konawe Utara selaku pemilik daerah malah mendapat bntung.

“Lambat laun biota laut Konut terancam rusak termasuk penurunan kualitas lingkungan hidup lainnya berimbas negatif dan itulah kenang-kenangan yang akan ditinggalkan kepada masyarakat kita di sana,” kata Ashari, Jumat (8/7/2022).

Lanjut Ashari, dirinya tidak akan berhenti melakukan control sosial terhadap aktivitas pembongkaran di Matarape yang dilakukan setiap tahunnya disaat musim ombak tiba.

“Memang kewenangan otoritas Syahbandar, melalui perusahaan mitra VDNI dalam hal ini PT SKS, tapi perlu diingat ini wilayah ada pemimpinnya, masyarakatnya juga,” ujarnya.

Lebih-lebih Ashari menyayangkan, pihak pelaksana di laut Matarape kurang memahami bagaimana cara masuk ke daerah orang lain. Pasalnya, dalam surat pemberitahuan pembongkaran diketahui Pemda Konut hanya mendapat tembusan saja.

“Ada surat yang ditujukan kepada Syahdandar Molawe, didalamnya itu tembusannya ke Bupati Konut. Masa sekelas Bupati yang dimasuki daerahnya hanya terima tembusan,” tanya Ashari.

Belum lagi, masih kata Ashari, instrumen Undang-undang nomor 17 tahun 2008 tentang pelayaran, Peraturan Pemerintah nomor 61 tahun 2009 tentang Kepelabuhanan, dan Peraturan Menteri Perhubungan nomor PM 51 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut, semua menjelaskan dengan terang bahwa kegiatan pelayaran dan kegiatan kepelabuhanan harus di tetapkan Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp).

“DLKr dan DLKp ditetapkan oleh Menteri dan Penyelenggara pelabuhan yang menjadi otoritas Syahbandar berkewajiban menjamin dan memelihara kelestarian lingkungan yang ada di dalam DLKr/DKLp. Yanh jadi pertanyaan, pernakah ada kegiatan pelestarian lingkungan pasca selesainya aktivitas pembongkaran,” ucapnya.

Makanya, Ashari melihat, esensi faktual dari Syahbandar Molawe yang memberikan izin kepada PT SKS berkegiatan di wilayah hukum Kabupaten Konawe Utara yang secara nyata jauh di luar DLKr/DLKp yang sudah ada ditetapkan oleh menteri yaitu pada perairan Kecamatan Morosi Kabupaten Konawe dapat menjadi pertanyaan.

“Cukup alam daratan Konut menjadi serapan kebutuhan bahan baku industri pertambangan Morosi, mulai dari bahan material ore nikel, batu gunung. Kelestarian wilayah perairan laut Konut adalah satu-satunya aset daerah yang menjadi andalan pada sektor perikanan, jangan karena aktivitas di sana mengancam rusaknya biota laut,” bebernya.

Ashari mengingatkan, pelabuhan Molawe berstatus otonom berdasarkan peraturan menteri perhubungan nomor 77/2018 adalah buah kerja keras bersama.

“Pemda Konut sudah cukup bersabar memberikan kenyamanan bagi pengusaha yang melakukan kegiatan di wilayahnya. Sabar dalam artian keterbatasan kewenangan sebagai akibat implementasi undang-undang 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah. Tapi tidak belaku bagi kami sebagai anak pribumi yang cinta terhadap daerah mengaktualisasikan kebebasan berpikir dan berpendapat,” terangnya.

“Bagaimana kalau ada damfak dari adanya aktivitas di sana, pasti yang didatangi warga adalah kantor Bupati Konut. Ini yang harus dipahami. Ada persoalan pasti larinya mengadu ke Pemda. Nah sementara Pemda terkesan tidak dianggap,” lanjutnya.

Hal senada juga diutarakan Kepala Dinas Perhubungan Konut, Mirwan Mansyur. Kata dia, instansi yang dipimpinnya hanya menerima surat tembusan akan adanya aktivitas di laut Matarape.

“Hanya tembusan dinda, itupun dia simpan di pos anggotaku yang sampaikan. Harusnya kan mereka melapor ke Pemda dalam hal ini Bupati selaku pemimpin daerah,” kata Mirwan.

Menurut Mirwan, meski dalam aturan 0 sampai 12 Mil kabupaten sudah tidak ada kewenangan, namun perlu dipahami jika laut Matarape masuk dalam wilayah pemerintahan Konut.

“Tapi tetap harus melapor juga sama yang punya daerah.Di sana ada warga Konut, ada nelayan Konut yang secara otomatis damfaknya warga Konut yang dapat,” ujarnya.

Harusnya, lanjut Mirwan, jika ada kegiatan investasi di Konawe Utara sebaiknya dilakukan sosialisasi terlebih dahulu dengan melibatkan warga dan pemerintah.

“Idealnya harus ada. Memang aturannya 0 sampai 12 mil tidak ada kewenangan kabupaten. Tapi tau tidak di sana itu kan pasti kena daratan juga,” tuturnya.

“Mentang-mentang kewenangan laut sudah di pusat sehingga mereka abaikan kabupaten sebagai pemilik wilayah. Sementara di sana ada damfak, yang dapat itu warga Konut bukan warga dari luar Konut,” lanjutnya dengan nada geram.

Mantan Sekretaris Dinas Pertambangan Konut ini menambahkan, bagaimana jika ada persoalan protes warga Konut, apakah pihak yang melakukan aktivitas di Matarape dapat menyelesaikan tanpa melibatkan pemerintah setempat.

“Paling tidak pamitlah sama pemerintah daerah. Biar bagaimanapun juga laut Matarape kan masuk rumahnya Konut. Bagaimanakah itu etika kalau masuk dalam rumahnya orang,” tutupnya.

Hingga berita ini ditayangkan, awak media ini masih terus mencoba mencari perwakilan perusahaan untuk dapat dikonfirmasi terkait persoalan tersebut.

Laporan : Mumun

Exit mobile version