APH Diminta Untuk Tidak Tebang Pilih Dalam Penegakan Hukum PT JAP

Hukum96 Dilihat

KENDARI – Penangkapan dan penahanan Direktur Utama PT James and Armando Pundimas (RMY) oleh Penegakkan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang diduga telah melakukan aktivitas penambangan ilegal di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) yang terletak di Blok Mandiodo, Kecamatan Andowia, Kabupaten Konawe Utara (Konut) dianggap janggal.

Hal itu diungkapkan Kuasa Hukum PT James and Armando Pundimas (PT JAP), Ricky K. Margono menyebutkan awal permasalahan bermula adanya PT A (nama samaran) yang memiliki surat persetujuan pengunaan koridor di kawasan HPT berdasarkan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dan meminta kepada PT B (nama samaran) untuk mengerjakan perbaikan dan pelebaran koridor jalan berdasarkan Surat Perintah Kerja (SPK).

“Dengan dalih bahwa PT B melewati atau memasuki kawasan IUP OP dari PT JAP, dengan demikian PT JAP meminta agar PT B (samaran) meletakan tanah hasil pembuatan jalan tersebut di stock pile PT JAP dalam rangka penyelamatan, dikhawatirkan terdapat nilai komersil dari tanah hasil pembuatan jalan tersebut,” sebut Ricky, Kamis (17/3/2022).

Selain itu Ricky menilai penyidikan yang dilakukan oleh penyidik Balai Pengamanan dan Penegakanan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk menetapkan Direksi Perusahaan (RMY) sebagai tersangka masih menggunakan laporan kejadian LK.25/BPPHLHK.3/SW-1/SPORC/10/2021 tertanggal 21 Oktober 2021 yang mana terhadap laporan kejadian tersebut telah dikeluarkan Sprindik (Surat Perintah Penyidikan) tanggal 22 Oktober 2021 dan terhadap surat perintah penyidikan tersebut telah diuji kebenarannya dalam perkara praperadilan No.13/Pid/PRA/2021/PN.Kdi dengan hasil bahwa Majelis Hakim telah memenangkan Permohonan Pemohon.

“Namun penyidik Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kendari masih menggunakan laporan kejadian yang sama untuk mengeluarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) baru Nomor SPDP.18/BPPHLHK.3/SW-1/PPNS/12/2021 tanggal 14 Desember 2021 yang kemudian digunakan untuk menetapkan Direktur Utama PT JAP (RMY) sebagai tersangka,” katanya.

Lebih jauh, ia menyebutkan bahwa PT JAP senantiasa mengedepankan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

“Tidak pernah ada kegiatan atau niat untuk melakukan pelanggaran hukum. Kegiatan perusahaan senantiasa didasarkan pada perolehan perizinan sebagaimana yang telah ditentukan oleh hukum. Mengenai adanya tuduhan kegiatan penambangan illegal atau penguasaan kawasan hutan tanpa izin, dapat kami tegaskan bahwa tuduhan tersebut tidak benar, karena memang tidak ada kegiatan penambangan,” tegasnya.

Kegiatan yang ada adalah kegiatan pembuatan jalan untuk koridor yang dilakukan oleh pihak ketiga dan telah memiliki izin lengkap. Pembuatan jalan koridor tersebut juga telah dilakukan sesuai peraturan hukum yang berlaku dan bukan atas inisiatif perusahaan.

“Perusahaan tidak memiliki alat berat dan juga tidak menyewa alat berat serta tidak memiliki kemampuan untuk melakukan kegiatan penambangan karena memang tidak memiliki karyawan yang jumlahnya cukup untuk melakukan penambangan,” bebernya.

Lanjut Ricky, sejak beberapa tahun terakhir, perusahaan hanya memiliki karyawan tetap maupun kontrak dengan jumlah kurang dari 5 (Lima) orang dan juga tidak pernah meminta orang lain untuk bekerja atas nama perusahaan.

Selain itu, Perusahaan juga tidak memiliki atau menyewa laboratorium untuk melakukan penambangan dan tidak ada sedikitpun kegiatan penambangan yang dilakukan Perusahaan.

“Kegiatan Perusahaan saat ini masih menitikberatkan pada penyelesaian terhadap izin-izin yang diperlukan sehingga belum diperlukan keberadaan tenaga kerja layaknya perusahaan penambangan pada umumnya,” ujarnya.

Ditempat yang sama, Komisaris PT James Armando Pundimas, Edi Yasin mengatakan kelestarian kawasan hutan senantiasa menjadi pedoman bagi perusahaan sehingga tidak ada kegiatan perusakan hutan yang dilakukan oleh PT JAP.

Mengenai tuduhan adanya kerusakan hutan, pihaknya membantah bahwa kerusakan tersebut justru terjadi setelah penyelidikan terhadap perusahaan. Artinya, kerusakan tersebut dilakukan oleh pihak-pihak lain yang sengaja mengambil keuntungan dari adanya tuduhan terhadap perusahaan.

“Pihak-pihak yang mengambil keuntungan tersebut telah sengaja melakukan perusakan hutan dan cenderung terlihat leluasa saat melakukan perusakan hutan karena kegiatan itu dilakukan secara terbuka dan untuk jangka waktu yang cukup lama tanpa ada teguran atau penindakan dari yang berwenang,” pungkasnya.

Laporan: Renaldy

Komentar