Aktivis Asal Butur di Polisikan, Endang Sebut Itu Suara Kritis Dari Rakyat Terhadap Pemerintahan

Kendari, Metro93 Dilihat

KENDARI – Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) Muh Endang SA menyesalkan penangkapan aktivis Mahasiswa Buton Utara (Butur) oleh Diteroktar Kriminal Umum (Dutkrimum) Polda Sultra.

Penangkapan seorang aktivis asal Butur itu bernama Baada Yung Hum Marasa (24) ditangkap Polisi atas laporan Gubernur Sultra, Ali Mazi melalui ajudannya Ulil Amri, dengan Laporan polisi bernomor LP/B/XII/2021/SPKT/Polda Sultra tanggal 31 Desember 2021.

Ajudan Gubernur Sultra itu melaporkan Baada Yung Hum Marasa karena merasa tersinggung atas aksi unjuk rasa memprotes jalan rusak di Buton Utara. Pasalnya, dalam aksi unjuk rasa itu mahasiswa dan masyarakat membuat replika kuburan dengan nisan berposter Gubernur Sultra.

Menurut Endang tujuan pelaporan itu untuk membungkam aksi serta suara kritis rakyat terhadap pelaksanaan pembangunan.

“Ini bisa membungkam demokrasi, kontrol sosial, dan suara kritis dari rakyat terhadap penyelenggaraan Pemerintahan,” sebut Endang, Rabu (19/1/2022).

Selain itu Mantan Wakil Ketua DPRD Sultra itu menyebutkan apa yang disuarakan para mahasiswa itu adalah kebenaran dan pada faktanya menunjukkan bahwa kebanyaja jalan Provinsi rusak, Pemprov hanya berkosentrasi membangun Jalan Toronipa saja.

“Karena itu harusnya kita berterimakasih kepada para mahasiswa tersebut, bukan malah menangkapi mereka,” cetusnya.

Ia juga mempertanyakan dasar hukum dan proses hukum yang dilaksanakan terhadap aktivis mahasiswa tersebut. Kata Endang menurut pengetahuan hukumnya, atas pasal yang disangkahkan seharusnya Ali Mazi sendiri yang melaporkan bila Ia merasa tersinggung bukan diwakili oleh ajudan atau siapapun itu.

“Inikan dia diwakili oleh Ajudan, tapi kenapa bisa laporannya diterima dan diproses dengan cepat,” tanya Endang.

Ketua Partai Demokrat Sultra itu juga meminta Ali Mazi meniru kesabaran para pemimpin seperti Jokowi dan SBY. Ia mencontohkan dulu ketika demo meminta SBY turun dengan membawa kerbau bertuliskan SBY, tetapi SBY tetap sabar dan tidak meminta Kepolisian menangkap pelaku unjuk rasa tersebut.

“jadi seharusnya Ali Mazi menjawabnya dengan kinerja, bertemu rakyat dan merespon aspirasi mereka, bukan dengan melaporkan mereka ke polisi,” pintahnya.

Tak lupa Endang mengingatkan masa jabatan Ali Mazi yang tinggal setahun lagi. Ia mengingatkan kepada Gubernur Sultra agar memanfaatkan waktu tersebut dengan efektif, dengan menunaikan janji-janji kampanye yang telah disampaikan kepada rakyat Sultra saat Pilgub.

“Karena kita semua menginginkan Pemerintahan Ali Mazi-Lukman ini bisa Husnul Khatimah, berakhir dengan baik,” tutup Endang.

Sementara itu, Pengamat Hukum dari Universitas Muhammadiyah Kendari (UMK) Hariman Satria menilai ini adalah bentuk kekeliruan penegakan hukum.

Menurutnya dari materil perbuatan mahasiswa itu tidak termasuk pencemaran nama baik sebab dikatakan blasfemi karena ucapan seseorang itu merendahkan atau menyerang martabat orang lain.

“Jika Ali Mazi merasa menjadi korban pencemaran nama baik maka ia sendiri yg mesti melaporkan ke pihak yang berwajib atau kuasa hukumnya bukan hanya sekedar diberi kuasa, sebab perbuatan ini kategori delik aduan bukan delik biasa,” katanya.

Hariman juga menghimbau sebaiknya Kepolisian harus netral dan berpikir jernih dalam menghadapi masalah ini sebab mesti dipisahkan secara tegas yg mana kritik kepada pemerintah dan yg mana pencemaran nama baik.

“Orang ditahan tanpa keterangan yang pasti, cara itu mirip penculikan aktifis zaman orde baru. Sebaiknya polisi memperjelas jika sedang melakukan proses hukum kepada mahasiswa tersebut sebab ia memiliki HAM yg mesti dilindungi,” bebernya.

Jika statusnya bukan proses hukum, kata Hariman berarti telah melanggar Pasal 310 dan Pasal 333 KUHP, dimana polisi telah melakukan tindak pidana perampasan kemerdekaan kepada Baada Yung Hum Marasa.

Laporan: Renaldy

Komentar