Kementerian ESDM Warning 77 Perusahaan Tambang di Sultra Yang Lalai Menyampaikan RKAB

Kendari, Metro137 Dilihat

KENDARI – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia (RI) mengeluarkan surat teguran kepada perusahaan pertambangan yang lalai menyampaikan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) tahun 2022.

Surat teguran tersebut, tertuang dalan surat keputusan (SK) K-ESDM Direktorat Mineral dan Batubara nomor T-5/MB.04/DBM.OP/2022 tentang surat teguran penyampaian RKAB 2022.

Dalam SK tersebut dijelaskan, mengacu kepada peraturan Menteri ESDM nomor 7 tahun 2020 pasal 79 ayat (1) huruf b, pemegang IUP operasi produksi dan IUPK operasi produksi, wajib menyampaikan RKAB tahunan dalam jangka waktu paling cepat 90 hari kalender dan paling lambat 45 hari kalender, sebelum berakhirnya tahun takwim untuk RKAB tahunan pada tahun berikutnya.

Hasil evaluasi K-ESDM RI, terhadap pemenuhan kewajiban menyampaikan RKAB, sampai dengan saat ini, banyak perusahaan belum menyampaikan dokumen RKAB tahun 2022. Termasuk di Sultra terdapar 77 perusahaan yang mandek menyampaikan RKAB.

Atas kelalaian tersebut, K-ESDM RI memberikan waktu hingga 31 Januari 2022. Dan apabila RKAB diterima melebihi jangka waktu tersebut, maka RKAB tidak akan diproses dan perusahan diberikan penghentian sementara.

Ketua Komisi III DPRD Sultra, Suwandi Andi ankat suara terkait adanya 77 perusahaan tambang di Sultra yang belum menyampaikan RKAB, ia mengkatakan pihaknya akan menempuh langkah tegas. Diantaranya akan berkoordinasi dengan K-ESDM RI dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) RI.

“Dalam waktu dekat, kami akan ke Jakarta untuk menanyakan hal ini. Memastikan adanya 77 perusahaan tersebut yang belum menyampaikan RKAB tahun 2022. Jika benar, maka ini kelalaian yang mesti disikapi dengan keras karena berpotensi merugikan daerah,” kata Suwandi Andi, Ketua komisi III DPRD Sultra, Jumat (7/1/2022).

Lebih jauh, Suwandi membeberkan jika perusahaan tambang yang beroperasi aktif tanpa menyampaikan RKAB, berpotensi menipu negara. Artinya dari segi operasionalnya patut dipertanyakan.

“Karena bagaimana bisa diketahui nominal royalti bagi negara dari sektor tersebut, termasuk sistem pengawasannya pasti buram. RKAB merupakan dasar bagi negara untuk melakukan pengawasan terhadap aktivitas perusahaan dalam mengelola Sumber Daya Alam (SDA). Misalnya perusahaan A memiliki IUP 1,000 hektare. Yang diolah baru 3,00 hektare. Namun harus dilihat apakah disamping disekitar area eksplorasi itu ada hutan kawasan lindung, hutan produksi dan lain-lain. Itu semu harus dilihat. Dan itu diketahui atau ditinjau melalui RKAB,” beber Suwandi.

Dikonfirmasi terpisah, Wakil Ketua Komisi III DPRD Sultra Aksan Jaya Putra menyampaikan, saat ini dalam mengurus RKAB berbasis sistem elektronik.

Terkait dengan adanya kelalaian perusahaan yang belum menyampaikan RKAB, tidak bisa sepenuhnya dilihat dari kesalahan perusahaan yang bersangkutan. Bisa jadi perusahaan tambang sedang mengurus IPPKH dan belum keluar izinnya. Dalam kondisi tersebut, bagaimana mungkin bisa mengajukan RKAB tanpa adanya IPPKH.

“Dalam mengurus IPPKH ini butuh waktu. Karena semua telah dialihkan ke pusat. Makanya, perlu ada evaluasi agar semuanya tidak ditangani total oleh pusat. Sistem elektronik RKAB cukup sulit. Ada sekitar 5,000 perusahaan di Indonesia yang mengusulkan RKAB. Berarti dicicil satu per satu, Maka sebaiknya mengurus RKAB dan pengawasannya, dikembalikan lagi ke daerah. Agar prosesnya bisa lebih mudah,” sebut AJP sapaan akrabnya.

Hal yang sama diungkapkan, Direktur Walhi Sultra Saharuddin menuturkan, perusahaan yang belum menyampaikan RKAB dan tetap beroperasi maka aktivitasnya tergolong ilegal. Perlu adanya sikap dan respon sigap dari penegak hukum untuk memantau atau memonitoring 77 perusahaan yang lalai menyampaikan RKAB.

“RKAB itu adalah dasar untuk dilakukan pengawasan. Apakah perusahan bersangkutan melaksanakan apa yang termuat dalam RKAB atau sebaliknya. Tanpa RKAB, maka perusahaan yang bersangkutan tidak akan mendapatkan kuota penambangan yang dikeluarkan oleh Kementerian ESDM RI,” terang Saharuddin.

Dengan tidak adanya RKAB, kata dia, lalu perusahaan tambang tetap beroperasi maka aktivitasnya itu dikatakan ilegal. Karena kuota penambangan itu diperoleh dari Kementerian ESDM. Sehingga diketahui jumlah dalam satu tahun berapa kali melakukan penambangan.

Sementara itu, Kadis ESDM Sultra, Andi Azis menyampaikan pengajuan RKAB perusahaan telah menjadi domain pemerintah pusat. Sepenuhnya ditangani dan dikelola Kementerian ESDM RI, termasuk pengawasannya.

“Dengan adanya kelalaian 77 perushaaan di Sultra yang ditegur karena belum menyampaikan RKAB, maka tergantung dari perusahaan bersangkutan seperti apa menyikapinya. Dan pemerintah masih berbaik hati dengan memberikan waktu hingga 31 Januari untuk menyampaikan RKAB,” sebut Andi Azis.

Laporan: Renaldy

Komentar