KENDARI – Kekerasan terus menimpa jurnalis, proses hukumnya tak pernah berujung. Persoalan itu menjadi momok bagi masa depan jurnalistik di negeri ini. Memperingati World Press Freedom Day, puluhan jurnalis yang tergabung dalam Forum Jurnalis Kendari (FJK) melakukan aksi damai di kawasan traffic light eks MTQ Kendari, Kamis, 6 Mei 2021.
Momen itu, FJK yang digagas AJI Kendari, IJTI Sultra dan PWI Sultra, merefleksi potret buram kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis selama beberapa tahun terakhir di Sultra. Sepanjang tahun 2017-2021, setidaknya 28 kasus tentang wartawan yang mendapat teror, intimidasi, perampasan alat perkam, penghapusan file liputan dan bentuk kekerasan lainnya saat menjalankan tugas.
Ketua AJI Kendari Rosniawati Fikri mengatakan aksi turun ke jalan, langkah yang terus dilakukan untuk menyuarakan agar kekerasan terhadap jurnalis dihentikan. Pelaku kekerasan selama ini masih didominasi oleh oknum aparat kepolisian. Usut tuntas dan adili pelaku kekerasan terhadap jurnalis, sesuai regulasi yang tersedia. Siapapun pelakunya, apapun bentuk kekerasannya, harus diproses secara hukum.
“Setiap tahun kami selalu menyuarakan stop kekerasan terhadap jurnalis. Jurnalis bekerja untuk publik agar masyarakat mendapatkan informasi yang berkualitas,” tegas Rosniawati Fikri saat berorasi.
Wanita yang akrab disapa Ros ini berharap kasus kekerasan terhadap jurnalis tak terjadi di hari-hari mendatang. Biarkan jurnalis bekerja sebagai jurnalis.
Kesempatan itu, Ketua IJTI Sultra, Asdar Zula, meminta semua pihak untuk menghormati jurnalis yang bekerja untuk publik untuk memperoleh hak atas informasi. Jurnalis bekerja merujuk kode etik dan UU NO 40 Tentang Pokok Pers, maka sudah seharusnya aparat memberikan perlindungan kepada wartawan yang bertugas.
FJK mengutuk segala bentuk kekerasan yang menimpa jurnalis. Mendesak kepolisian untuk menyelesaikan kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis, sesuai hukum yang berlaku.
FJK meminta TNI-Polri untuk menjamin keselamatan jurnalis yang bertugas. Ketika jurnalis bekerja dengan rasa nyaman, tentu menghasilkan informasi yang berkualitas. Dengan begitu, masyarakat juga mendapatkan informasi yang bisa mencerdaskan dan menangkal hoaks yang marak menyebar di ruang sosial media.
“Tidak tegas aparat yang melakukan kekerasan terhadap jurnalis. Selain itu, segala perkara yang berakaitan dengan sengketa pers harus diselesaikan dengan merujuk UU No.40 Tahun 1999 Tentang Pokok Pers, bukan dengan pasal-pasal karet UU ITE,” pinta Asdar.
FJK juga meminta jurnalis bekerja secara profesional dengan menjunjung tinggi kode etik jurnalis. Perushaan media juga mesti memberikan upah layak terhadap jurnalisnya.
Biarkan jurnalis bekerja sebagai jurnalis.
Laporan: Aldi