KONAWE UTARA – Pemerintah Kecamatan Motui dan sejumlah perwakilan kepala desa di wilayah itu membeberkan dugaan pencemaran debu batu bara milik PT OSS dihadapan Bupati Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra), Ruksamin.
Hal itu diungkapkan saat Pemkab Konawe Utara menggelar pertemuan dengan PT OSS bertempat di aula kantor Bupati setempat, Selasa 20 April 2021 yang dihadiri oleh Kapolres Konawe, Kapolres Konut dan pimpinan OPD lingkup pemerintah setempat.
Salah satu perwakilan kepala desa di Kecamatan Motui mengatakan, jika musim penghujan tidak akan pernah ditemukan debu batu bara milik PT OSS yang bertebrangan di wilayah Kecamatan Motui.
“Pada saat musim hujan sampai kiamat tidak akan ada debu batu bara pak, itu yang sering terjadi. Nanti kemaraunya baru muncul. Kita berteriak lagi kesana kemari,” katanya.
Menurut dia, dampak dari munculnya debu yang diduga dari batu bara telah dilakukan beberapa kali pertemuan bersama pihak PT OSS dengan menghasilkan sejumlah kesepakatan.
“Tapi anehnya sampai saat ini hasil kesepakatan itu belum ada yang kami pegang. Itu barang kali yang kami pertanyakan, sudah berapa bulan yang lalu,” ujarnya.
Sementara itu, Camat Motui Sudomo mengatakan, masyarakat yang diinginkan saat ini adalah bagaimana debu batu bara milik PT OSS tidak lagi masuk ke wilayah Konawe Utara.
“Kalau debu ini sudah hilang saya yakin dan percaya masyarakat di sana mau kerja atau tidak itu tidak ada masalah. Itu hal belakangan. Tapi yang terpenting dulu bagaimana debu ini bisa kita hilangkan dari Bumi Konut,” terang Sudomo.
Menurut dia, walau PT OSS merekrut karyawan dari masyarakat Motui sampai 500 orang jika debu batu bara masih bertebaran di wilayah Konut maka masyarakat akan tetap melakukan protes.
“Saya saja di kantor tiap pagi membersihkan. Apalagi di rujab sampai hari ini saya sengaja tidak bersihkan itu diteras jangan sampai lagi bilang tidak benar. Supaya PT OSS kalau saya tidak ada bisa bapak buktikan diteras rujab sana,” ungkapnya.
Pihaknya sangat mendukung keberadaan PT OSS di Konawe, namun pihak perusahaan harusnya memperhatikan kondisi masyarakat Kecamatan Motui yang berbatasan dan merasakan dampak langsung.
“Jangan sampai perusahaan yang baik, kami masyarakat yang menderita. Dalam arti kami terserang penyakit efek dari debu ini karena hitam,” sambungnya.
Sementara itu, penanggungjawab lingkungan PT OSS, Roni mengatakan, jika pihak perusahaan telah beberapa kali melakukan pertemuan dengan menghasilkan sejumlah kesepakatan.
“Pertama perekrutan karyawan dari perusahaan akan memberikan jatah 500 orang karyawan secara berkala,” kata Roni.
Kemudian kesepakatan kedua soal tumpukan batubara, lanjut Roni, pihak PT OSS bakal menurunkan tumpukan batu bara, dengan jangka waktu selama empat bulan.
“Di masa itu apa yang akan kami lakukan adalah melakukan penutupan tarpal, penyiraman dan kami juga akan membangun pagar yang lebih kokoh lagi. Karena kami akan memasang yang namanya pemecah angin,” belanya.
Kemudian soal dugaan pencemaran, kata Roni, tim terpadu yang terdiri dari DLH Provinsi, DLH Konawe dan Konut telah turun kelokasi mengambil sampel.
“Dibetuklah tim DLH Provinsi untuk melakukan pemeriksaan. Tanggal 28 Februari kami turun bersama. Baik dari tim Provinsi, Konawe dan Konut. Yang paling kami titik beratkan adalah yang berbatasan dengan PLTU, dipincara seberangnya PLTU kami. Kami mengambil beberapa sampel menggunakan alat yang langsung diketahui hasilnya. Semuanya memenuhi baku mutu untuk parameter yang ditentukan,” belanya.
“Setelah itu kami juga sempat ke warga Motui yang sempat viral udangnya mati. Kami juga mengambil sampel. Setelah itu kami membuat berita acara di DLH Provinsi. Beberapa minggu kemudian turun tim dari KLHK untuk memastikan dan masih menunggu hasil dari lingkungan,” lanjutnya.
Laporan : Mun